SKEMA
AGIL TALCOTT PARSONS
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Filsafat Ilmu
OLEH
SYAMSUL ARIF
Dosen Pengampu
Dr. Rustina, M.Pd
PASCASARJANA (S2)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PALU
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan masyarakat yang sangat
dinamis sebagai akibat dari globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi
komunikasi dan informasi membutuhkan penyesuaian tata nilai dan perilaku.
seiring dengan perkembangan tersebut maka sangatlah dimungkinkan pertemuan
berbagai budaya yang memberikan pengaruh yang dahsyat bagi perkembangan budaya
global. Sistem Budaya, sistem budaya unit analisis yang paling dasar adalah
tentang “arti” atau sistem “simbol”.
Sistem budaya dalam teori Parsons menggunakan “arti atau sistem simbol” sebagai unit analisis yang paling dasar. Beberapa contoh dari sistem- sistem simbolik adalah kepercayaan religius, bahasa, dan nilai-nilai.[1] Menurut Parsons sosialisasi terjadi ketika nilai-nilai yang dihayati bersama dalam masyarakat diinternalisasikan oleh anggota masyarakat tersebut, sehingga semua anggota masyarakat membuat nilai-nilai masyarakat menjadi nilai mereka sendiri. Sosialisasi mempunyai kekuatan integratif yang sangat tinggi dalam mempertahankan control sosial dan keutuhan masyarakat.[2]
Sistem budaya dalam teori Parsons menggunakan “arti atau sistem simbol” sebagai unit analisis yang paling dasar. Beberapa contoh dari sistem- sistem simbolik adalah kepercayaan religius, bahasa, dan nilai-nilai.[1] Menurut Parsons sosialisasi terjadi ketika nilai-nilai yang dihayati bersama dalam masyarakat diinternalisasikan oleh anggota masyarakat tersebut, sehingga semua anggota masyarakat membuat nilai-nilai masyarakat menjadi nilai mereka sendiri. Sosialisasi mempunyai kekuatan integratif yang sangat tinggi dalam mempertahankan control sosial dan keutuhan masyarakat.[2]
Namun sekarang ini biasa kita lihat
banyaknya bermunculan masalah-masalah social yang melanda masyarakat di
berbagai lapisan. Permasalahan-permasalah tersebut memerlukan solusi untuk
dipecahkan. Agar tidak terjadi kesenjangan, perpecahan, bahkan diskriminasi
yang melunturkan jati diri bangsa dan budaya akibat alkulturasi budaya. Situasi
yang kondusif sangat diperlukan bagi masyarakat.
Di sinilah diperlukan kepekaan
budaya seorang pendidik untuk dapat mengantar anak didik dalam proses
pembentukan jati diri. Bagaimana menjadi seorang Indonesia yang mampu mengambil
keputusan dari berbagai pilihan dalam hidup serta diharapkan dapat memberikan
arah bagi perwujudan bersosialisasi di masyarakat dengan penerapan sosiologi sebagai
ilmu bermasyarakat. Dan disinilah perana kajian mata kuliah Sosio Antropologi
dengan materi “ Teori-teori Sosiologi dan Pengembangannya” perlu untuk dikaji
dan dipahami lebih dalam.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
skema AGIL Talcott Parsons?
2. Bagaimana
dimensi pendidikan keluarga dalam teori AGIL?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan ini yaitu selain untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah dan juga untuk menjawab pertanyaan sebagaimana yang
terdapat dalam rumusan masalah. Penulis juga berharap dengan makalah ini dapat
menambah ilmu pengetahuan kita terutama pengetahuan tentang ilmu sosiologi dan
pendidikan.
BAB II
PEMBAHSAN
A. Skema
AGIL Talcott Parsons
1.
Sekilas
tentang Talcott Parsons
Talcott Parsons lahir pada tahun
1902 di colorado springs, colorado. Parsons lahir dalam sebuah keluarga yang
memiliki latar belakang yang saleh dan intelek. Ayahnya adalah seorang pendeta
kongregasional, yang juga seorang profesor dan presiden dari sebuah kampus
kecil.[3]
Parsons mendapat gelar sarjana dari Amherst College pada tahun 1924 dan
kemudian melanjutkan kuliah pascasarjana di London School of Economics. Di
tahun berikutnya Dia pindah ke Heidelberg, jerman. Max weber menghabisakan
sebagian karirnya di heidelberg, dan meski Dia telah wafat lima tahun sebelum
kedatangan Parsons, Weber tetap meninggalkan pengaruh yang mendalam di kampus
itu, Istrinya masih terus meneruskan pertemuan – pertemuan di rumahnya , yang
juga diikuti oleh parsons. Parsons sangat dipengaruhi oleh pemikiran –
pemikiran Weber, dan sebagian disertasi doktoralnya pun di Heidelberg membahas
karya Weber.[4]
2. Pengertian
Perkembangan
teori Parsons dari teori tindakan sosial kearah sistem sosial merupakan
pemikiran dalam rangka membangun untuk penyempurnaan teori. Perubahan kearah
sistem sosial pada dasarnya masih didasarkan pada teori tindakan sosial dengan
penambahan banyak idea, walaupun ada beberapa perbedaan penekanan dan mungkin
juga ada sedikit ketidak konsistenan, namun tetap pada suatu kontinuitas yang
cukup tinggi.[5]
Paradigma
AGIL adalah salah satu teori Sosiologi yang dikemukakan oleh ahli sosiologi
Amerika, Talcott Parsons pada sekitar tahun 1950. Teori ini adalah lukisan
abstraksiyang sistematis mengenai keperluan sosial (kebutuhan fungsional)
tertentu, yang mana setiap masyarakat harus memeliharanya untuk memungkinkan
pemeliharaan kehidupan sosial yang stabil. Teori AGIL adalah sebagian teori
sosial yang dipaparkan oleh Parson mengenai struktur fungsional, diuraikan
dalam bukunya The Social System, yangbertujuan untuk membuat persatuan pada
keseluruhan system sosial. Teori Parsons danParadigma AGIL sebagai elemen
utamanya mendominasi teori sosiologi dari tahun 1950 hingga 1970.[6]
Pokok
pikiran Parsons dalam perkembangan pada tahun 1950 dalam bukunya “The Sosial
System” yang diterbitkan tahun 1951 tentang konsep AGIL merupakan pengembangan
teori fungsionalisme structural dengan mengemukakan empat prasyarat mutlak yang
harus dicukupi oleh setiap masyarakat, kelompok atau organisasi.[7]
Bila tidak ada, maka system social tersebut tidak akan dapat bertahan dan harus
berakhir. Tiap-tiap sistem sosial mulai dari negara besar, sampai keluarga
batin (nuclear family) menghadapi empat masalah yang perlu ditanggulangi agar
tidak lenyap[8].
Fungsi dari keempat persyaratan Parsons diartikan sebagai suatu kegiatan yang
diarahkan kepada pencapaian kebutuhan atau kebutuhan-kebutuhan dari suatu
system[9].
Keempat persyaratan fungsional tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Adaptasi
(Adaptation), yakni supaya masyarakat dapat bertahan mereka harus mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan mungubah lingkungan agar dapat sesuai
dengan lingkungan dan mengubah lingkungan agar dapat sesuai dengan masyarakat.
Adaptasi menunjuk pada keharusan bagi system-sistem social untuk menghadapi
lingkungannya.[10]
b.
Tujuan
(Goal), yakni merupakan sebuah sistem harus mampu menentukan tujuan dan
berusaha untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Tujuan yang diutamakan
disini bukanlah tujuan pribadi individu, melainkan tujuan bersama para anggota
dalam sistem sosial.
c.
Integrasi
(Integration), yakni masyarakat harus mengatur hubungan diantara
komponen-komponennya agar dapat berfungsi secara maksimal. Sosialisasi
mempunyai kekutan integratif yang sangat tinggi dalam mempertahankan kontrol
sosial dan keutuhan keluarga. Integrasi menunjuk pada persyaratan untuk suatu
tingkat solidaritas minimal sehingga para anggotanya akan bersedia untuk
bekerja sama dan menghindari konflik yang merusakkan.
d.
Latensy
atau pemilihan pola-pola yang sudah ada (pattern maintance), yakni bahwasanya
setiap masyarakat harus mempertahankan, memperbaiki, baik motivasi individu
maupun pola budaya yang menciptakan dan mempertahankan motivasinya. Latensi
menunjuk pada kebutuhan mempertahankan nilai-nilai dasar serta norma-norma yang
dianut bersama oleh para anggota dalam masyarakat[11]
Dalam biologi yang diadaptasi oleh
Parsons, system organisasi dalam sistem tindakan berhubungan dengan fungsi
adaptasi, yaitu fungsi penyesuaian diri dengan lingkungan dan mengubah
lingkungan agar dapat sesuai dengan kebutuhan individu.[12]
Kepribadian sebagai subsistem dalam system tindakan melaksanakan fungsi
pencapaian tujuan dengan merumuskan tujuan dan menggerakkan segala sumber daya
untuk mencapai tujuannya. Sistem sosial yang merupakan subsistem tindakan
berhubungan dengan fungsi integrasi dengan mengontrol komponen-komponen
pembentuk masyarakat tersebut. Sedangkan system budaya sebagai subsistem
tindakan mempunyai kaitan dengan fungsi pemeliharaan pola-pola atau struktur
yang ada dengan menyiapkan norma dan nilai-nilai yang memotivasi individu dalam
melakukan suatu tindakan.[13]
B. Aplikasi
teori AGIL dalam Pendidikan
Perkembangan teori Parsons dari teori tindakan sosial kearah
sistem sosial merupakan pemikiran dalam rangka membangun untuk penyempurnaan
teori. Perubahan kearah sistem sosial pada dasarnya masih didasarkan pada teori
tindakan sosial dengan penambahan banyak idea, walaupun ada beberapa perbedaan
penekanan dan mungkin juga ada sedikit ketidak konsistenan, namun tetap pada
suatu kontinuitas yang cukup tinggi.
Skema
AGIL memaparkan empat asas yang harus ada didalam suatu system social agar
terciptanya keseimbangan diantara komponen-komponennya. Fungsi dari keempat
persyaratan Parsons diartikan sebagai suatu kegiatan yang diarahkan kepada
pencapaian kebutuhan atau kebutuhan-kebutuhan dari suatu system.
Bertolak
dari teori/skema AGIL Tallcot Parsons kaitannya dengan pendidikan keluarga dan
masyarakat dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Adaptasi (Adaptation)
Mengenai
proses adaptasi ini, sedikit banyak pemikiran Parsons dipengaruhi pemikiran
evolusi dalam tatanan social, baik dari Auguste Comte maupun evolusi biologi
yang dipelajari langsung dari teori-teori Charles Darwin. Yakni supaya
masyarakat dapat bertahan mereka harus mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan dan mungubah lingkungan agar dapat sesuai dengan lingkungan dan
mengubah lingkungan agar dapat sesuai dengan masyarakat. Adaptasi menunjuk pada
keharusan bagi system-sistem social untuk menghadapi lingkungannya.[14]
Masyarakat
sebagai produk dari keluarga-keluarga yang menempati suatu wilayah tertentu
mengharuskan untuk beradaptasi, belajar menyesuaikan terhadap lingkungannya.
Sebagai contoh tentang urbanisasi, dimana keluarga dari desa yang pindah
kekota. Agar mereka tetap hidup dengan kerasnya kehidupan dikota mereka harus
belajar kembali tentang bagaimana hidup dilingkungan yang baru, menyesuaikan
pola hidup dengan lingkungan tempat tinggal mereka dikota. Jika keluaarga ini
tidak mampu menyesuaikan diri maka mereka akan tereliminasi dari kota tersebut.
2.
Tujuan (Goal)
Yakni
merupakan sebuah sistem harus mampu menentukan tujuan dan berusaha untuk
mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Tujuan yang diutamakan disini bukanlah
tujuan pribadi individu, melainkan tujuan bersama para anggota dalam sistem
sosial. Sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan-tujuan utamanya .
Artinya , sistem diharuskan untuk mengerucutkan pemikiran individu agar dapat
membentuk kepribadian individu dalam mencapai tujuan dari sistem itu sendiri. Contohnya
, orang yang ada dalam sistem pendidikan akan mengarahkan dirinya untuk suatu
tujuan , antara lain , guru akan membimbing muridnya menuju kelulusan dengan
nilai memuaskan , dan seorang murid akan mengarahkan dirinya untuk menuju
kelulusan dengan kepatuhan , maupun kerajinan dalam dirinya.
Kembali
pada cita-cita sebuah keluarga dari desa yang pindah kekota, mereka tentu
memiliki tujuan dan maksud tertentu mengapa mereka pindah kekota. Setelah
sampai dkota dan beradaptasi serta belajar denagn system kehidupan social
dikota keluarga tersebut dengan cita-citanya dari desa mencoba menemukan cara
untuk mewujudkan cita-cita dan harapan mereka, setelah melihat fakta yang ada
pada masyarakat kota. Tentu saat didesa mereka takpernah membayangkan bagaimana
harus mewujudkan cita-cita mereka dikota. Maka penting untuk memiliki sebuah
tujuan didalam masyarakat/keluarga sebagai motivasi untuk selalu maju mengapai
tujuan. Karena jika tidak memiliki sebuah tujuan dan cita-cita maka system
didalam masyarakat/keluarga akan mandek dan
pasti mengalami stagnanisasi.
3.
Integrasi (Integration)
Yakni
masyarakat harus mengatur hubungan diantara komponen-komponennya agar dapat
berfungsi secara maksimal. Sosialisasi mempunyai kekutan integratif yang sangat
tinggi dalam mempertahankan kontrol sosial dan keutuhan keluarga. Integrasi
menunjuk pada persyaratan untuk suatu tingkat solidaritas minimal sehingga para
anggotanya akan bersedia untuk bekerja sama dan menghindari konflik yang
merusakkan.[15]
Hubungan
antara adaptasi dan tujuan harus menjadi prioritas sebuah masrakat atau keluarga
sebagai bagian penyusun masyarakat itu sendiri. Hubungan-hubungan itu dapat
dijelaskan dari tingkah laku/tindakan para anggota masyrakat. Contoh dari
sistem tindakan Parsons adalah Pancasila yang ada di negara Indonesia akan
mendorong segenap warga untuk melaksanakan semua yang ada di dalamnya , antara
lain menghargai keberagaman agama yang ada di Indonesia , menjunjng hak-hak
asasi manusia dengan keadilan , menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa
, masyarakat akan mengadakan musyarwarah apabila ada sesuatu yang harus
disetujui agar mencapai mufakat , dan selalu menghargai semua yang ada dalam
kehidupan sosial bangsa Indonesia agar tercipta masyarakat yang adil dan
makmur. Menjaga kepentingan masyarakat lainya adalah sebuah keniscayaan yang harus
dilakukan oleh anggota masyarakat agar tidak terjadi konflik didalamnya
4.
Latensy
Pada
akhirnya didalam masyarakat itu harus ada Latensi atau pemilihan pola-pola yang
sudah ada (pattern maintance), yakni bahwasanya setiap masyarakat harus
mempertahankan, memperbaiki, baik motivasi individu maupun pola budaya yang
menciptakan dan mempertahankan motivasinya. Latensi menunjuk pada kebutuhan
mempertahankan nilai-nilai dasar serta norma-norma yang dianut bersama oleh
para anggota dalam masyarakat.
Dalam
biologi yang diadaptasi oleh Parsons, system organisasi dalam sistem tindakan
berhubungan dengan fungsi adaptasi, yaitu fungsi penyesuaian diri dengan
lingkungan dan mengubah lingkungan agar dapat sesuai dengan kebutuhan individu.
Kepribadian sebagai subsistem dalam system tindakan melaksanakan fungsi
pencapaian tujuan dengan merumuskan tujuan dan menggerakkan segala sumber daya
untuk mencapai tujuannya. Sistem sosial yang merupakan subsistem tindakan
berhubungan dengan fungsi integrasi dengan mengontrol komponen-komponen
pembentuk masyarakat tersebut. Sedangkan system budaya sebagai subsistem
tindakan mempunyai kaitan dengan fungsi pemeliharaan pola-pola atau struktur
yang ada dengan menyiapkan norma dan nilai-nilai yang memotivasi individu dalam
melakukan suatu tindakan.[16]
Setelah melihat dan mengkaji skema AGIL
Didalam pendidkan sendiri dapat diterapkan hal ini. Sebenarnya upaya yang lebih
luas telah dilakukan oleh para pemikir pendidikan didunia, bagaimana caranya
agar pendidikan nilai-nilai pendidikan itu dapat cepat diterima dan diserap
oleh peserta didik. Agar pendidikan itu efektif dan efisien, tepat guna dan
tepat sasaran maka terciptalah pendidikan multi cultur. Melihat fungsi dan
tujuan pendidikan multicultur maka jelaslah pendidikan semacam itu diharapkan
menjadikan adaptasi pendidikan terhadap keberadaan budaya dimana pendiidkan itu
tumbuh dan berkembang.[17]
Logikanya lulusan dari sebuah perguruan tinggi/sekolah harus bermanfaat kepada
lingkungan sekitar. Jika lulusan iotu tidak bermanfaat dilingkungannya maka
bisa dianggap tujuan pendidikan yang dicanangkan sebuah instansi pendidikan
gagal.
Kembali
pada pendidikan keluarga dan masyarakat. Pendidikan didalam keluarga
harus menyesuaikan denagn kondisi lingkungan sekitar tempat tinggal, dimana
setiap individu pasti terpengaruhi oleh lingkungan sekitar, baik pengaruh
positive maupun negative. Keluarga merupakan unsure pendidikan yang paling
vital dimana hampir 70% kegiatan manusia (anak) dihabiskan dalam lingkungan
keluarga baik secar langsung (didalam rumah) maupun tidak langsung (pengawasan
oleh keluarga terhadap kegiatan anak). Adaptasi yang diperlukan terutama masalh
etika dan nilai/norma masyarakat yang berlaku.
Dimana bumi dipijak disitu pula langit
dijunjung. Begitu kata pepatah zaman dahulu. Artinya penyesuain keluarga
terhadap lingkungan diperlukan untuk bertahan/mempertahankan esensi dan
eksistensi keluarga.
Penanaman etika yang baik dibutuhkan
oleh keluaga yang hidup dilingkungan rawan criminal dan kehidupan bebas. Dimana
lingkungan tersebut bisa saja mempengaruhi Setiap anggota keluarga. Agar
adaptasi itu berjalan dengan baik dan benar harus ada konsistensi dari para
anggota keluarga untuk menjalankan tujuan yang telah ditetapkan oleh keluarga
tersebut. Yaitu harus, mempertahankan,
memperbaiki, dengan patuh pada aturan-aturan sebagai jalan
tercapainya tujuan.
Apa yang bisa dilakukan dikeluarga
seyogyanya dapat pula diterapkan pada masyarakat. Ini dikarenakan keluarga
adalah komponen utama penyusun masyarakat itu sendiri. Empat asas AGIL yang
harus diterepkan demi kestabilan kondisi masyarakat mutlak harus dilakukan.
Namun dalam porsi masyarakat jangkaunnya lebih luas dari yang ada di keluarga,
dan masalah yang timbul lebih banyak dan bervariasi.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pembahasan
teori fungsionalisme structural Parson diawali dengan empat skema penting
mengenai fungsi untuk semua system tindakan, skema tersebut dikenal dengan
sebutan skema AGIL. Sebelumnya kita harus tahu terlebih dahulu apa itu fungsi
yang sedang dibicarakan disini, fungsi adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan
kearah pemenuhan kebutuhan system.
Menurut
parson ada empat fungsi penting yang mutlak dibutuhkan bagi semua system
social, meliputi adaptasi (A), pencapaian tujuan atau goal attainment
(G), integrasi (I), dan Latensi (L). empat fungsi tersebut wajib dimiliki oleh
semua system agar tetap bertahan (survive)
Adaptation
: fungsi yang amat penting disini system harus dapat beradaptasi dengan cara
menanggulangi situasi eksternal yang gawat, dan system harus bisa menyesuaikan
diri dengan lingkungan juga dapat menyesuaikan lingkungan untuk kebutuhannnya.
Goal
attainment ; pencapainan tujuan sangat penting, dimana system harus bisa
mendifinisikan dan mencapai tujuan utamanya.
Integrastion
: artinya sebuah system harus mampu mengatur dan menjaga antar hubungan
bagian-bagian yang menjadi komponennya, selain itu mengatur dan mengelola
ketiga fungsi (AGIL).
Latency
:laten berarti system harus mampu berfungsi sebagai pemelihara pola, sebuah
system harus memelihara dan memperbaiki motivasi pola-pola individu dan
cultural.
Didalam
pendidikan keluarga dan masyarakat empat fungsional ini dapat diterpkan agar
terciptanya kehidupan social yang stabil. Dimulai dari keluarga, soerang
suami/ayah adalah actor disemua sisi tindakan yang diambil/ditentukan oleh
keluarga. Semua bisa berjalan stabil jika setiap anggota keluarga mampu untuk
beradaptasi, mempunyai tujuan bersama yang dijaga dan dijunjung tinggi setiap
anggota keluarga sebagai cita-cita bersama. Dan semua ini bisa diterapkan juga didalam
keluaarga.
B. Saran
Sebagai mahluk social Setiap orang
tentu mengharapkan kedamaina, ketentraman dan kestabilan dalam hidup. Teori
AGIL dapat menjadi solusi dalam kehidupan berkeluarga maupun bermasyarakat.
Setelah mebahas teori tersebut bukan harapan jauh jika MEMANUSIAKAN MANUSIA
sebagai tujuan dari pendidikan itu dapat tercapai dengan mudah jika menggunakan
teori ini sebagai landasan berpikir dan bertindak dalam kehidupan
social-education.
DAFTAR
PUSTAKA
Dahrendorf, Ralf. Konflik dan Konflik Dalam Masyarakat
Industri, Sebuah Analisis Kritik. Jakarta: CV Rajawali 1986.
M.Z.
Irving. Memahami Kembali Sosiologi.Yogyakarta:
Gadjah mada University Press, 2002
M.P.
Margaret. .Sosiologi Kontemporer..Jakarta:
Rajawali Pers, 1987
Ritzer, George. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Jakarta: Rajawali
pers, 1992
Ritzer, George dan Douglas J Goodman. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:.
Kencana Prenada Media Group. 2007.
Sanderson, Stephen. Sosiologi Makro. Jakarta: PT Rajawali
Grafindo Persada, 2000.
Soekanto, Sorjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:
Rajawali Pers, 2001.
Sztompka, Piotr. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta:
Prenada Media, 2004
Tilaar, H.A.R, Multikulturalisme Tantangan-tantangan
Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional, Jakarta: PT
Grasindo, 2004
[2]George
Ritzer, dan Douglas J Goodman. Teori Sosiologi Modern. (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group. 2007) h. 142
[3]George
Ritzer, dan Douglas J Goodman, Ibid. h. 20
[4]Piotr
Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial. (Jakarta: Prenada Media, 2004) h. 34-35
[5]Sanderson,
Stephen. Sosiologi Makro. (Jakarta:
PT Rajawali Grafindo Persada, 2000) h. 137
[6]George
Ritzer. Sosiologi Ilmu Pengetahuan
Berparadigma Ganda, (Jakarta: Rajawali pers, 1992) h. 77
[7]George
Ritzer. Ibid h. 82
[8]Irving M.Z. Memahami Kembali Sosiologi.(Yogyakarta: Gadjah mada University
Press, 2002)
[9]George
Ritzer. Ibid h. 84
[10]George
Ritzer. Ibid h. 102
[11]George
Ritzer. Ibid h. 102-105
[12]George
Ritzer, dan Douglas J Goodman. Ibid. h. 207
[13]Sorjono
Soekanto,. Sosiologi Suatu Pengantar.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2001) h. 30
[14]George
Ritzer. Ibid h. 185
[15]Ralf. Dahrendorf. Konflik dan Konflik Dalam Masyarakat Industri, Sebuah Analisis Kritik.
(Jakarta: CV Rajawali, 1986) h. 26
[16]H.A.R,
Tilaar, Multikulturalisme Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam
Transformasi Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT Grasindo, 2004) h. 367
[17]H.A.R,
Tilaar, Ibid, h. 221
Tidak ada komentar:
Posting Komentar